PERGAULAN IKHWAN-AKHWAT

Senin, 12 Juli 2010
Baiti Jannati. Pergaulan dalam istilah bahasa Indonesia berarti kehidupan bersama. Yakni kehidupan antara sesama manusia. Salah satu bentuk pergaulan antara sesama manusia adalah pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Terkadang bentuk pergaulan tersebut bisa berupa persahabatan yang terjalin antara mereka dengan saling mengutarakan isi hati (Tempat curhat).
Sebuah persahabatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan bisa dilatarbelakangi oleh kesamaan Ide, gagasan, gaya hidup, minat, kebutuhan-kebutuhan, cara berfikir dan harapan-harapan. Dari situ muncullah simpati dan selanjutnya akan ada keterbukaan, jika sudah saling terbuka, maka dilanjutkan dengan sikap curhat dalam nuangsa relegiusnya biasanya dipakai kata “Ukhuwah”. Namun ukhuwah ini didasari dengan keimanan, keikhlasan dan Muroqabatullah.
Kedudukan sahabat begitu khusus dalam hati seseorang, sehingga persahabatan yang terjadi antara lawan jenis non Mahrom perlu dipertanyakan, apakah mereka memang murni sebagai seorang sahabat ? sebab tidak tertutup kemungkinan di hati mereka atau salah seorang diantara mereka ada perasaan memiliki dan penuh harap. Curhat yang terjalin diantara merekapun sebenarnya bukanlah untuk mencarikan sebuah solusi namun tidak jarang hanya untuk pengaduan dan minta perhatian.
Secara fitrah, antara laki-laki dan perempuan memiliki saling ketertarikan sepert posifit dan negatif, sehingga tidak ada hubungan persahabatan yang benar-benar tulus diantara mereka. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi bagi ikhwan maupun akhwat, sebab fenomena yang berkembang akhir-akhir ini telah terjadi kelonggaran dalam pergaulan, apakah memang zamannya sudah berubah atau karena ruang lingkup Dakwah telah meluas, pergaulan sudah hiterogen, bahkan dengan masyarakat secara umum. Sehigga perlu evaluasi kembali terhadap lawan jenis. Kendati apa yang dilakukan semata-mata demi perkembangan ajaran Islam.
Islam sebagai Dinullah telah mengatur kehidupan antara sesame manusia dengan rincinya. Islam sangat menjaga agar hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan (Ikhwan dan Akhwat) hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara mereka yang bukan mahrom atau jalan-jalan bersama. Kerja sama antara keduanya bertujuan agar mereka melaksanakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya.
Intraksi diantara mereka mestinya tidak mengarah kepada hubungan yang bersifat nafsu syahwat, artinya intraksi mereka tetap dalam koridor kerja sama semata (Amal Jama’i) dalam menggapai berbagai kemaslahatan Dakwah dan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang bermamfaat, tampa diwarnai dengan kepentingan individu lainnya.
Pergaulan Ikhwan dan Akhwat hendaknya menjadikan aspek ruhani senagai landasan hukumdan syarat sebagai tolak ukur yangdidalamnya terdapat hukum yang manpu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur.
Dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis, rambu-rambu yang telah tentukan islam hendaknya dijadikan pedoman sekalipun hubungan tersebut dalam kerangka dakwah. Larangan dalam persoalan ini Diantara ketentuan hukum yang berkenaan dengan hubungan terhadap lawan jenis antara lain adalah :
Pertama: Perintah Untuk Menjaga Pandangan
Allah SWT berfirman yang artinya:” Katakanlah kepada laki-laki mukmin, hendaklan mereka menahan pandangnnya dan memelihara kemaluannya. Sikap demikian adalah lebih suci bagi mereka . Sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada Wanita Mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS An-Nur :30-31)
Adapun salah satu perintah Allah yang hampir kita lupakan adalah menjaga pandangan, menjaga pandangan terhadap lawan jenis tetap harus dijaga,bukan berarti kita tidak melihat lawan jenis sama sekali. Namun menjaga mata agar tidak saling menatap, sebab tatapan mata yang berlama-lama dapat mempengaruhi perasaan sehingga syaitan dengan leluasa menggoda. Rukhshoh hanya diberikan kepada mereka yang terlibat dalam berbagai si-kon (situasi dan kondisi) diantaranya yang terlibat dalam: Proses belajar mengajar, transaksi jual beli,memberikan kesaksian, berobat dan saat Khitbah.
Kedua : Menutup Aurat
Islam telah memerintahkan kepada kaum wanitauntuk mengenakan pakaian secara sempurna. Yakni pakaian yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telepak tangannya. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yang artinya “……………………..
Adapn model dan bentuk pakaian tidaklah termasuk urusan ibadah murni tetapi termasuk dalam aspek muamalah yang illat dan ketentuan hukumnya berperoses pada maksud dan tujuan syariat (Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Abdul Halim dalam Tahrirul Mar’ahnya).
Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian tidak menjadi masalah asalkan menutup aurat dan memenuhi kreteria dan persaratan yang ditetapkan syariat, sesuai dengan kondisi iklim dan pada sisi lain memudahkan wanita bergerak, maka dapat diterima oleh syar’i. kreteria dan persyaratan itu diantara lain menutupi seluruh tubuh kecuali muka da telepak dan punggung tangan, Longgar, tidak ketat dan tidak transparan , serta serasi dan tidak mencolok.
Ketiga : Berkhalwat
sangat melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali wanita itu disertai mahromnya. Rasulullah Saw bersabda : “Tidak dibolehkan seorang wanita dan pria berkhalwat (berdua-duaan) kecuali wanita itu disertai mahramnya”.
Keempat : Ikhtilat
Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus, hendaknya jamaah (komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah kaum pria. Begitu juga dalam masjid,sekolah, Dll. Paling tidak jangan sampai terjadi perbauran (Ikhtilat), sekalipun dalam urusan dakwah. Pengaturan dan penjagaan shaf ikhwan dan akhwat baik dalam perkuliahan atau dalam kehidupan bermasyarakat seperti didalam kendaraan umum, di pasar, Dll.
Menurut Dr Abdul karim Zaidan hal seperti yang dikategorikan sebagai bentuk dhorurot. Selama kita memang belum bisa mengubahnya. Namun, apabila kita bisa mengaturnya, maka hukum dhorurotnya tidak berlaku lagi.
Demikianlah sebagian kecil dari sekian banyak rambu-rambu yang telah diatur Islam dalam pergaulan. Para penda’i telah menyebar, para mufassir sudah semakin banyak, dan pergaulan susah semakin luas. Namun kita sebagai kader mufassir, dakwah hendaklah tetap menjaga syariat dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
By : Hanila
Semester IV (TH)
Asal Sumenep

0 komentar:

Posting Komentar