BENARKAH PAHAM KODARIYAH MERUPAKAN PENYEBAB KEMUNDURAN DA’WAH ISLAMIYAH?

Senin, 12 Juli 2010
Perbuatan seseorang mencerminkan pola pikir dan pandangan hidupnya. karena perbuatan merupakan refleksi dari pola pikirnya. Begitu juga dengan da’i, pola pikir yang ada pada adirinya akan tercermin dari sikap dan prilakunya dalam menyikapi masalah ummat yang kompleks dewasa ini dan tercermin dalam perbuatan nyata yang dilakukannya ditengah masyarakat.
Dalam menyikapi suatu permasalahan, kita umumnya menggunakan salah satu dari dua macam cara berpikir berikut ini. yaitu jabariah (fatalism/predestination) dan kodariah (free will/free act). Dimana pola pertama berpandangan bahwa perbuatan manusia merupakan refleksi dari kehendak mutlak Tuhan. Sedangkan manusia tidak memiliki andil sedikitpun dalam menentukan perbuatannya. Sedangkan pendapat yang kedua free will mengatakan sebaliknya, bahwa perbuatan manusia bukanlah refleksi dari kehendak tuhan. Dari kedua cara berpikir ini, muncullah aksi yang berbeda. Aksi yang merefleksikan pandangan hidup yang pelakunya.
Kesalahan dalam memahami Paham predestination atau yang sering kita sebut dengan kodariah (mazhab asy’ariah) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan da’i dewasa ini. Dimana da’i berpandangan bahwasanya semua yang dilakukan adalah refleksi dari kehendak Allah, sedangkan manusia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk melakukan segala sesuatu secara personal.
Berangkat dari sinilah para da’i kontemporer banyak yang menjadi da’i yang fatalis. Dalam artian hanya menyerahkan semuanya kepada Allah dan pasrah tanpa mau mencari inofasi baru yang lebih kreatif dalam menyampaikan syi’ar agama islam. Sehingga sering kita dengar para da’i memenjarakan edialismenya dengan mengatakan “ini memang sudah kehendak Allah” atau ini memang sudah takdir dan yang lebih ekstrim lagi mereka mengatakan ini sudah dituliskan dilauhil mahfud”. Ungkapan ini memang benar dan tidak ada yang menyangkalnya. Tetapi, apakah mereka tidak sadar bahwa Allah juga menggantungkan perubahan diatas tangan manusia¬ _”sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum tersebut mengubah nasibnya sendiri”_
Oleh karena itu, jika kita mengartikan paham kodariah ini tanpa pemahaman yang benar, maka kita akan menjadi da’i-da’i yang hanya bisa berpangku tangan pada kehendak mutlak tuhan. Tanpa menyadari potensi yang diberikan tuhan kepada manusia yang berupa akal dan kemampuan untuk berbuat.
Untuk menghindari hal ini, mungkin sudah saatnya kita meluruskan pemahaman tentang kekuasaan mutlak tuhan. Berhati-hatilah dalam mema’nai kalimat _Tuhan mempunyai kekuasaan yang mutlak dan apa yang dilakukan oleh manusia adalah refleksi dari kehendak mutlak Tuhan_ yang menjadi pengakuan seorang hamba terhadap kekuasaan penuh sang penciptanya.
Dalam memahami kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, mungkin sebagai seorang da’i ada baiknya jika kita memakai ma’na kodariah selain dari ma’na diatas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Iqbal. Kendati mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, namun Muhammad Iqbal tidak menjadikan pandangannya itu menjadi pembunuh ego kreasi yang bersemayam di kedalaman diri. Ia selalu membuka katup cakrawala pemikirannya atas dunia di luar Islam (terutama Barat). Ketika Iqbal meramu postulat, “Saya berbuat, karena itu saya ada (I act, therefore I exist)”, membedakannya dengan pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak keni’matan_menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri mereka terkikis habis.
Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah yang digunakan Muhammad Iqbal untuk mengatagorikan konsep wahdah al-wujud sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif dan inopatif yang bebas dan melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.

Oleh : Hilmi.
Mahasiswa semester IV,
Jurusan Filsafat asal Lombok.

0 komentar:

Posting Komentar